A. Pengertian Geometri
Geometri (Greek; geo= bumi, metria=
ukuran) adalah sebagian dari matematika yang mengambil persoalan
mengenai ukuran, bentuk, dan kedudukan serta sifat ruang. Geometri
adalah salah satu dari ilmu yang tertua. Awal mulanya sebuah badan
pengetahuan praktikal yang mengambil berat dengan jarak, luas dan
volume, tetapi pada abad ke-3 geometri mengalami kemajuan yaitu tentang
bentuk aksiometik oleh Euclid, yang hasilnya berpengaruh untuk beberapa
abad berikutnya.
Geometri
merupakan salah satu cabang dalam ilmu matematika. Ilmu Geometri secara
harfiah berarti pengukuran tentang bumi, yakni ilmu yang mempelajari
hubungan di dalam ruang. Sejatinya, ilmu geometri sudah dipelajari
peradaban Mesir Kuno, masyarakat Lembah Sungai Indus dan Babilonia.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
B. Sejarah Singkat Geometri
Paling tidak ada enam wilayah yang dapat dipandang sebagai ’sumber’ penyumbang pengetahuan geometri, yaitu: Babilonia (4000 SM - 500 SM), Yunani (600 SM – 400 SM), Mesir (5000 SM - 500 SM), Jasirah Arab (600 - 1500 AD), India (1500 BC - 200 BC), dan Cina (100 SM - 1400).
Tentu masih ada negara-negara penyumbang pengetahuan geometri yang
lain, Namun, kurang signifikan atau belum terekam dalam tradisi tulisan.
Bangsa Babilonia menempati daerah subur yang membentang antara sungai Eufrat dan sungai Tigris di wilayah Timur Tengah. Pada
mulanya, daerah ini ditempati oleh bangsa Sumeria. Pada saat itu, 3500
SM, atau sekitar 5000 tahun yang lalu telah hidup sangat maju. Banyak
gedung dibangun seperti kota waktu kini. Sistem irigasi
dan sawah pertanian juga telah berkembang. Geometri dipikirkan oleh para
insinyur untuk keperluan pembangunan.
Geometri
yang lahir dan berkembang di Babilonia merupakan sebuah hasil dari
keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa
itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan berbagai bangunan yang
kokoh dan besar. Juga harapan bagi para raja agar dapat
menguasai tanah untuk kepentingan pendapatan pajak. Teknik-teknik
geometri yang berkembang saat itu pada umumnya masih kasar dan bersifat
intuitif. Akan tetapi, cukup akurat dan dapat memenuhi kebutuhan
perhitungan berbagai fakta tentang teknik-teknik geometri saat itu
termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kiurang tahun 1650 SM dan
ditemukan pada abad ke-9. Peninggalan berupa tulisan ini merupakan
bagian dari barang-barang yang tersimpan oleh museum-museum di London
dan New York. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan
luas daerah suatu persegi panjang, segitiga siku-siku, trapesium yang
mempunyai kaki tegak lurus dengan alasnya, serta formula tentang
pendekatan perhitungan luas daerah lingkaran. Orang-orang Mesir rupanya
telah mengembangkan rumus-sumus ini dalam kehidupan mereka untuk
menghitung luas tanah garapannya.
Selain melanjutkan mengembangkan geometri, mereka juga mengembangkan sistem bilangan yang kini kita kenal dengan ’sexagesimal’ berbasis 60. Kita masih menikmati (dan menggunakan) sistem ini ketika berbicara tentang waktu.
Mereka membagi hari ke dalam 24 jam. Satu jam dibagi menjadi 60 menit. Satu menit dibagi menjadi 60 detik. Kita
mengatakan, misalnya, saat ini adalah pukul 9, 25 menit, 30 detik.
Kalau dituliskan akan berbentuk pukul 9 25' 30", dan dalam sexagesimal
dapat dituliskan sebagai 9 5 25/60 30/3600. Sistem ini telah menggunakan nilai tempat seperti yang kita gunakan dewasa ini (dalam basis 10 bukan dalam basis 60).
Bangsa
Babilonia mengembangkan cara mengitung luas dan volume. Di antaranya
menghitung panjang keliling lingkaran yang sama dengan tiga kali panjang
garis tengahnya. Kita mengenal harga tiga ini mendekati harga π . Rumus Pythagoras juga sudah dikenal pada masa itu.
Bangsa Mesir mendiami wilayah yang sangat subur di sepanjang sungai Nil. Pertanian
berkembang pesat. Pemerintah memerlukan cara untuk membagi petak-petak
sawah dengan adil. Maka, geometri maju di sini karena menyajikan
berbagai bentuk polygon yang di sesuaikan dengan keadaan walayah di
sepanjang sungai Nil itu.
Di
Yunani, geometri mengalami masa ’emas’nya. Sekitar 2000 tahun yang
lalu, ditemukan teori yang kita kenal dewasa ini dengan nama teori
aksiomatis. Teori berpikir yang mendasarkan diri pada sesuatu yang
paling dasar yang kebenarannya kita terima begitu saja. Kebenaran
semacam ini kita sebut kebenaran aksioma. Dari sebuah aksioma diturunkan
berbagai dalil baik dalil dasar maupun dalil turunan. Dari era ini,
kita juga memperoleh warisan buku geometri yang hingga kini belum
terbantahkan, yaitu geometri Euclides. Geometri yang kita ajarkan secara
formal di sekolah merupakan ’kopi-an’ dari geometri Euclides ini.
Di
awal perkembangan Islam, para pemimpin Islam menganjurkan agar menimba
ilmu sebanyak mungkin. Kita kenal belajaralah hingga ke negeri Cina.
Dalam era itu, Islam menyebar di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol,
Portugal, dan Persia. Para matematikawan Islam menyumbang pada
pengembangan aljabar, asronomi, dan trigonometri. Trigonometri
merupakan salah satu pendekatan untuk menyelesaian masalah geometri
secara aljabar. Kita mengenalnya menjadi geometri analitik. Mereka juga
mengembangkan polinomial.
Di wilayah timur, India dan Cina dikenal penyumbang pengetahuan
matematika yang handal. Di India, para matematikawan memiliki tugas
untuk membuat berbagai bangunan pembakaran untuk korban di altar. Salah
satu syaratnya adalah bentuk boleh ( bahkan harus) berbeda
tetapi luasnya harus sama. Misalnya, membuat pangunan pembekaran yang
terdiri atas lima tingkat dan setiap tingkat terdiri 200 bata. Di antara
dua tingkat yang urutan tidak boleh ada susunan bata yang sama persis. Saat itulah muncul ahli geometri di India. Tentu, bangunan itu juga dilengkapi dengan atap. Atap juga merupakan bagian tugas matematikawan India. Di sinilah berkembang teori-teori geometri.
Seperti
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, matematika (termasuk
geometri) juga dikembangkan oleh para ilmuwan Cina sejak 2000 tahun
sebelum Masehi (atau sekitar 4000 tahun yang lalu). Kalau di
Eropa terdapat buku ‘Unsur-unsur’, geometri Euclides yang mampu menembus
waktu 2000 tahun tanpa tertandingi, di timur, Cina terdapat buku ‘Sembilan bab tentang matematika’
yang dibuat sekitar tahun 179 oleh Liu Hui. Buku ini memuat banyak
masalah geometri. Di antaranya menghitung luas dan volume. Dalam buku
itu juga mengupas hukum Pythagoras. Juga banyak dibicarakan tentang
polygon.
Pada Zaman Pertengan, Ahli matematik Muslim banyak menyumbangkan mengenai perkembangan geometri, terutama geometri aljabar dan aljabar
geometri. Al- Mahani (1.853) mendapat idea menguraikan masalah geometri
seperti menyalin kubus kepada masalah dalam bentuk aljabar. Thabit ibn
Qurra (dikenal sebagi Thebit dalam Latin) (836 – 901) mengendali dengan
pengendalian arimetikal yang diberikan kepada ratio kuantitas geometri,
dan menyumbangkan tentang pengembangan geomeri analitik.
Omar Khayyam (1048 -1131) menemukan penyelasaian geometri kepada
persamaan kubik, dan penyelidikan selanjutnya yang terbesar adalah
kepada pengembangan geometri bukan Euclid.
Pada
awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan penting dalam geometri. Yang
pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan geometri analik, atau
geometri dengan koordinat dan persamaan, oleh Rene Descartes (1596-1650)
dan Pierre de Fermat (1601-1665). Ini adalah awal yang di perlukan
untuk perkembangan kalkulus. Perkembangan geometrik kedua adalah
penyelidikan secara sistematik dari geometri proyektif oleh Girard
Desargues (1591-1661). Geometri proyektif adalah penyelidikan geometri
tanpa ukuran, Cuma dengan menyelidik bagaimana hubungan antara satu sama
lain.
Dua perkembangan dalam geometri pada abad ke-19,mengubah cara ia telah dipelajari sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri bukan Euclid oleh Lobachevsky, Bolyai dan Gauss dan dari formulasi simetri sebagai pertimbangan utama dalam Program Erlangen dari Felix Klein (yang menyimpulkan geometri Euclid dan bukan Euclid). Dua dari ahli geometri pada masa itu ialah Bernhard Riemann, bekerja secara analisis matematika, dan Henri Poincaré, sebagai pengagas topologi algebraik dan teori geometrik dari sistem dinamikal.
Sebagai
akibat dari perubahan besar ini dalam konsepsi geometri, konsep "ruang"
menjadi sesuatu yang kaya dan berbeda, dan latar belakang semula hanya
teori yang berlainan seperti analisis kompleks dan mekanik klasikal. Jenis tradisional geometri telah dikenal pasti seperti dari ruang homogeneous, yaitu ruang itu mempunyai bekalan simetri yang mencukupi, supaya dari poin ke poin mereka kelihatan sama.
C. Tokoh-Tokoh Geometri
1. Thales (640 – 546 SM)
Pada
mulanya geometri lahir semata-mata didasarkan oleh pengalaman. Namun
matematikawan yang pertama kali merasa tidak puas terhadap metode yang
didasari semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640-546 SM).
Masyarakat matematika sekarang menghargai Thales sebagai orang yang
selalu berkarta “Buktikan itu” dan bahkan ia selalu melakukan itu. Dari
sekian banyak teorema adalah:
- Sudut-sudut alas dari suatu segitiga samakaki adalah kongruen,
- Sudut-sudut siku-siku adalah kongruen,
- Sebuah sudut yang dinyatakan dalam sebuah setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
Hasil
kerja dan prinsip Theles jelas telah manandai awal dari sebuah era
kemajuan matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasa
logis yang dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk
menurunkan teorema dari postulat-postulat. Selanjutnya untuk disusun
suatu pernyataan baru yang logis.
2. Pythagoras (582-507 SM)
Sepeninggal
Thales muncullah Pythagoras (582-507 SM) berikut para pengikutnya yang
dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan langkah Thales. Para
Pythagorean menggunakan metode pembuktian tidak hanya untuk
mengembangkan Teorema Pythagoras, tetapi juga terhadap teorema-teorema
jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari garis-garis yang
sejajar, teorama tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan,
serta teorema tentang lima bangun padat beraturan.
3. Euclid (300 SM)
Tidak
banyak orang yang beruntung memperoleh kemasyhuran yang abadi seperti
Euclid, ahli ilmu ukur Yunani yang besar. Meskipun semasa hidupnya
tokoh-tokoh seperti Napoleon, Martin Luther, Alexander yang Agung, jauh
lebih terkenal ketimbang Euclid tetapi dalam jangka panjang ketenarannya
mungkin mengungguli semua mereka yang disebut itu.
Selain
kemasyhurannya, hampir tak ada keterangan yang terperinci mengenai
kehidupan Euclid yang bisa diketahui. Misalnya, kita tahu dia pernah
aktif sebagai guru di Iskandariah, Mesir, di sekitar tahun 300 SM,
tetapi kapan dia lahir dan kapan dia wafat betul-betul gelap. Bahkan,
kita tidak tahu di benua apa dan di kota apa dia dilahirkan. Meski dia
menulis beberapa buku dan diantaranya masih ada yang tertinggal,
kedudukannya dalam sejarah terutama terletak pada bukunya yang hebat
mengenai ilmu ukur yang bernama The Elements.
Dalam
The Elements, Euclid menggabungkan pekerjaan disekolah yang telah ia
ketahui dengan semua pengetahuan matematika yang ia ketahui dalam suatu
perbandingan yang sistematis hingga menjadi sebuah hasil yang
menakjubkan. Kebanyakan dari pekerjaannya itu bersifat original,
sebagai metode deduktif ia mendemonstrasikan sebagian besar pengetahuan
yang diperlukan melalui penalaran. Dalam Element Euclid pun menjelaskan
aljabar dan teori bilangan sebaik ia menjelaskan geometri.
Arti
penting buku The Elements tidaklah terletak pada pernyataan rumus-rumus
pribadi yang dilontarkannya. Hampir semua teori yang terdapat dalam
buku itu sudah pernah ditulis orang sebelumnya, dan juga sudah dapat
dibuktikan kebenarannya. Sumbangan Euclid terletak pada cara pengaturan
dari bahan-bahan dan permasalahan serta formulasinya secara menyeluruh
dalam perencanaan penyusunan buku. Di sini tersangkut, yang paling
utama, pemilihan dalil-dalil serta perhitungan-perhitungannya, misalnya
tentang kemungkinan menarik garis lurus diantara dua titik.
Sesudah
itu dengan cermat dan hati-hati dia mengatur dalil sehingga mudah
difahami oleh orang-orang sesudahnya. Bilamana perlu, dia menyediakan
petunjuk cara pemecahan hal-hal yang belum terpecahkan dan mengembangkan
percobaan-percobaan terhadap permasalahan yang terlewatkan. Perlu
dicatat bahwa buku The Elements selain terutama merupakan pengembangan
dari bidang geometri yang ketat, juga di samping itu mengandung
bagian-bagian soal aljabar yang luas berikut teori penjumlahan.
Buku
The Elements sudah merupakan buku pegangan baku lebih dari 2000 tahun
dan merupakan buku yang paling sukses yang pernah disusun manusia.
Begitu hebatnya Euclid menyusun bukunya sehingga dari bentuknya saja
sudah mampu menyingkirkan buku yang pernah dibuat orang sebelumnya.
Sebagai
alat pelatih logika pikiran manusia, buku The Elements jauh lebih
berpengaruh ketimbang semua risalah Aristoteles tentang logika. Buku itu
merupakan contoh yang komplit sekitar struktur deduktif dan sekaligus
merupakan buah pikir yang menakjubkan dari semua hasil kreasi otak
manusia.
Adil
jika kita mengatakan bahwa buku Euclid merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan bukanlah sekedar
kumpulan dari pengamatan-pengamatan yang cermat dan bukan pula sekedar
generalisasi yang tajam serta bijak. Hasil besar yang direnggut ilmu
pengetahuan modern berasal dari kombinasi antara kerja penyelidikan
empiris dan percobaan-percobaan di satu pihak, dengan analisa hati-hati
dan kesimpulan yang punya dasar kuat di lain pihak.
Pengaruh Euclid terhadap Sir Isaac Newton sangat terasa sekali, sejak Newton menulis buku yang terkenal dengan nama The Principia
dalam bentuk kegeometrian, mirip dengan The Elements. Berbagai ilmuwan
mencoba menyamakan diri dengan Euclid dengan jalan memperlihatkan
bagaimana semua kesimpulan mereka secara logis berasal mula dari asumsi
asli. Tak kecuali apa yang diperbuat oleh ahli matematika seperti
Russel, Whitehead dan filosof Spinoza.
Kini,
para ahli matematika sudah memaklumi bahwa geometri Euclid . bukan
satu-satunya sistem geometri yang memang jadi pegangan pokok dan teguh
serta yang dapat direncanakan pula, mereka pun maklum bahwa selama 150
tahun terakhir banyak orang yang merumuskan geometri bukan a la Euclid.
Sebenarnya, sejak teori relativitas Einstein diterima orang, para
ilmuwan menyadari bahwa geometri Euclid tidaklah selamanya benar dalam
penerapan masalah cakrawala yang sesungguhnya.
Pada
kedekatan sekitar "Lubang hitam" dan bintang neutron --misalnya--
dimana gayaberat berada dalam derajat tinggi, geometri Euclid tidak
memberi gambaran yang teliti tentang dunia, ataupun tidak menunjukkan
penjabaran yang tepat mengenai ruang angkasa secara keseluruhan. Tetapi,
contoh-contoh ini langka, karena dalam banyak hal pekerjaan Euclid
menyediakan kemungkinan perkiraan yang mendekati kenyataan. Kemajuan
ilmu pengetahuan manusia belakangan ini tidak mengurangi baik hasil
upaya intelektual Euclid maupun dari arti penting kedudukannya dalam
sejarah.
Di
era kekhalifahan Islam, para saintis Muslim pun turut mengembangkan
geometri. Bahkan, pada era abad pertengahan, geometri dikuasai para
matematikus Muslim. Tak heran jika peradaban Islam turut memberi
kontribusi penting bagi pengembangan cabang ilmu matematika modern itu.
Pencapaian
peradaban Islam di era keemasan dalam bidang geometri sungguh sangat
menakjubkan. Betapa tidak. Para peneliti di Amerika Serikat (AS)
menemukan fakta bahwa di abad ke-15 M, para cendekiawan Muslim telah
menggunakan pola geometris mirip kristal. Padahal, pakar matematika
modern saja baru menemukan pla desain geometri itu pada abad ke-20 M.
Menurut
studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science itu, para matematikus
Muslim di era keemasan telah memperlihatkan satu terobosan penting dalam
bidang matematika dan desain seni pada abad ke-12 M. "Ini amat
mengagumkan," tutur Peter Lu, peneliti dari Harvard, AS seperti dikutip
BBC .
Peter
Lu mengungkapkan, para matemetikus dan desainer Muslim di era
kekhalifahan telah mamapu membuat desain dinding, lantai dan
langit-langit dengan menggunakan tegel yang mencerminkan pemakaian rumus
matematika yang begitu canggih. ''Teori itu baru ditemukan 20 atau 30
tahun lalu," ungkapnya.
Desain
dalam seni Islam menggunakan aturan geometri dengan bentuk mirip
kristal yang menggunakan bentuk poligon simetris untuk menciptakan satu
pola. Hingga saat ini, pandangan umum yang beredar adalah pola rumit
berbentuk bintang dan poligon dalam desain seni Islam dicapai dengan
menggunakan garis zigzag yang digambar dengan mistar dan kompas.
"Anda
bisa melihat perkembangan desain geometis yang canggih ini. Jadi mereka
mulai dengan pola desain yang sederhana, dan lama-lama menjadi lebih
kompleks," tambah Peter Lu. Penemuan Peter Lu itu membuktikan bahwa
peradaban Islam telah mampu mencapai kemajuan yang luar biasa dalam
bidang geometri.
Lantas
bagaimana matematikus Islam mengembangkan geometri? Pada abad ke-9 M,
matematikus Muslim bernama Khawarizmi telah mengembangkan geometri.
Awalnya, ilmu geometri dipelajari sang matematikus terkemuka dari buku
berjudul The Elements karya Euclid. Ia pun kemudian mengembangkan
geometri dan menemukan beragam hal yang baru dalam studi tentang
hubungan di dalam ruang. Al-Khawarizmi menciptakan istilah secans dan tangens
dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dia juga menemukan
Sistem Nomor yang sangat penting bagi sistem nomor modern. Dalam Sistem
Nomor itu, al-Khawarizmi memuat istilah Cosinus, Sinus dan Tangen untuk
menyelesaikan persamaan trigonometri, teorema segitiga sama kaki,
perhitungan luas segitiga, segi empat maupun perhitungan luas lingkaran
dalam geometri.
Penelitian
al-Khawarizmi dianggap sebagai sebuah revolusi besar dalam dunia
matematika. Dia menghubungkan konsep-konsep geometri dari matematika
Yunani kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian al-Khawarizmi
menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan
rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai
objek-objek aljabar.
Penelitian
al-Khawarizmi memungkinkan dilakukannya aplikasi sistematis dari
aljabar. Sebagai contoh, aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya,
aljabar terhadap trigonometri dan sebaliknya, aljabar terhadap teori
bilangan, aljabar terhadap geometri dan sebaliknya.
Penelitian-penelitian ini mendasari terciptanya aljabar polinom,
analisis kombinatorik, analisis numerik, solusi numerik dari persamaan,
teori bilangan, dan konstruksi geometri dari persamaan. Konsep geometri
dalam matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi juga sangat
penting dalam bidang astronomi. Pasalnya Astronomi merupakan ilmu yang
mengkaji tentang bintang-bintang termasuk kedudukan, pergerakan, dan
penafsiran yang berkaitan dengan bintang. Guna menghitung kedudukan
bintang terhadap bumi membutuhkan perhitungan geometri.
Ilmuwan
Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Thabit Ibnu
Qurra. Matematikus Muslim yang dikenal dengan panggilan Thebit itu juga
merupakan salah seorang ilmuwan Muslim terkemuka di bidang Geometri.
Dia melakukan penemuan penting di bidang matematika seperti kalkulus
integral, trigonometri, geometri analitik, maupun geometri
non-Eucledian.
Salah
satu karya Thabit yang fenomenal di bidang geometri adalah bukunya yang
berjudul The composition of Ratios ( Komposisi rasio). Dalam buku
tersebut, Thabit mengaplikasikan antara aritmatika dengan rasio
kuantitas geometri. Pemikiran ini, jauh melampaui penemuan ilmuwan
Yunani kuno dalam bidang geometri.
Sumbangan
Thabit terhadap geometri lainnya yakni, pengembangan geometri terhadap
teori Pitagoras di mana dia mengembangkannya dari segi tiga siku-siku
khusus ke seluruh segi tiga siku-siku. Thabit juga mempelajari geometri
untuk mendukung penemuannya terhadap kurva yang dibutuhkan untuk
membentuk bayangan matahari.
Selain
itu, ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah
Ibnu al-Haitham. Dalam bidang geometri, Ibnu al-Haitham mengembangkan
analitis geometri yang menghubungkan geometri dengan aljabar. Selain
itu, dia juga memperkenalkan konsep gerakan dan transformasi dalam
geometri. Teori Ibnu al-Haitham dalam bidang persegi merupakan teori
yang pertama kali dalam geometri eliptik dan geometri hiperbolis. Teori
ini dianggap sebagai tanda munculnya geometri non- Euclidean.
Karya-karya Ibn al-Haitham itu mempengaruhi karya para ahli geometri
Persia seperti Nasir al-Din al Tusi dan Omar Khayyam. Namun pengaruh Ibn
al-Haytham tidak hanya terhenti di wilayah Asia saja. Sejumlah ahli
geometri Eropa seperti Gersonides, Witelo, Giovanni Girolamo Saccheri,
serta John Wallis pun terpengaruh pemikiran al-Haitham. Salah satu
karyanya yang terkemuka dalam ilmu geometri adalah Kitab al-Tahlil wa
al'Tarkib.
Cendekiawan
Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Abu Nasr
Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau biasa disebut Abu Nasr Mansur. Ia
merupakana salah satu ahli geometri yang mendalami spherical geometri
(geometri yang berhubungan dengan astronomi). Spherical geometri ini
sangat penting untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit di dalam
astonomi Islam. Umat Islam perlu menentukan waktu yang tepat untuk
shalat, Ramadhan, serta hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
Dengan bantuan spherical geometri, kini umat Muslimbisa memperkirakan
waktu-waktu tersebut dengan mudah. Itulah salah satu warisan ilmu Abu
Nasr Mansur bagi kita saat ini.
Sumber